QADHA & QADAR
BAB
XI
IMAN KEPADA QDAHA DAN QADAR
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Firman Allah
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan
bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam
kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
Untuk memperjelas pengertian qadha dan
qadar, berikut ini dikemkakan contoh. Saat ini Abdurofi melanjutkan
pelajarannya di SMK. Sebelum Abdurofi lahir, bahkan sejak zaman azali Allah
telah menetapkan, bahwa seorang anak bernama Abdurofi akan melanjutkan
pelajarannyadi SMK. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan
bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar
adalah perwujudan dari qadha.
2. Hubungan antara Qadha dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha dan
qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha
adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah
kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar
ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan
Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat
Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut:
Artinya ” Dan
tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Orang kadang-kadang menggunakan istilah
qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu
Qadar
atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan,
”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada
dan qadar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh
seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki
itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah
menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman
kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir
dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki
tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Lelaki itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk
memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah
yang dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi rukun
iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha
dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan
hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang
terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan
adalah atas kehendak Allah.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala
ketentuan Allah atas diri kita. Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman
yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan
qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka
hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab
itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri
kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu
merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita
alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima
dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada
hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa
yang diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar dengan
ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya
percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang
segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah
SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya seseorang itu
diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari
menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus
malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu
tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara
atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui
bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan.
Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia
hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap
berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir
itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi
pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa
kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?”
tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah
mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu
berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu
potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah
Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong
tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam
sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab
Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah
sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih
dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa
kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”.
Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu
bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa
walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap
berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi
pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai,
hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin
setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah
kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat
menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq:
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa
bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu
ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan.
Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman:
2.Takdir mubram;
yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau
tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan
dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan
bapaknya kulit putih dan sebagainya.
B.Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar,
banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan
mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1.Melatih diri untuk banyak bersyukur dan
bersabar
Orang
yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia
akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus
disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal
tersebut merupakan ujian
Firman Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka
dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya
lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus
asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan
qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah
semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila
ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia
menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah
kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf
ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya”
Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat
kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada
dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.
Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab
itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Firaman Allah:
Artinya : Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan
qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu
merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau
berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha
lagi.
Hai jiwa yang tenang.
ارْجِعِي إِلَىٰ
رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama´ah
hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam surga-Ku
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat
27-30)
Komentar
Posting Komentar