MAWARIS
BAB VIII
MAWARIS
Mawaris merupakan
serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan harta benda dari seorang
yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup. Dengan demikian, untuk
terwujudnya kewarisan harus ada tiga unsur, yaitu:1) orang mati, yang disebut
pewaris atau yang mewariskan, 2) harta milik orang yang mati atau orang yang
mati meninggalkan harta waris, dan 3) satu atau beberapa orang hidup sebagai
keluarga dari orang yang mati, yang disebut sebagai ahli waris. Ilmu mawaris
adalah ilmu yang diberikan status hukum oleh Allah Swt. sebagai ilmu yang
sangat penting, karena ia merupakan ketentuan Allah Swt. dalam firman-Nya yang
sudah terinci sedemikian rupa tentang hukum mawaris, terutama mengenai
ketentuan pembagian harta warisan (al-fµrud al- muqaddarah). Warisan dalam
bahasa Arab disebut al-mīrās merupakan bentuk masdar (infinitif) dari kata
wari¡a-yari¡u-irsan- mīrā¡an yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Warisan berdasarkan
pengertian di atas tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan
harta benda saja namun termasuk juga yang nonharta benda. Ayat al-Qur±n yang
menyatakan demikian diantaranya terdapat dalam Q.S. anNaml/27:16: “Dan Sulaiman
telah mewarisi Daud.” Demikian juga dalam hadis Nabi saw. disebutkan yang
artinya: “Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabi.” Adapun menurut
istilah, warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal
kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta
(uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.
Definisi lain
menyebutkan bahwa warisan adalah perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal
dunia kepada satu atau beberapa orang beserta akibat-akibat hukum dari kematian
seseorang terhadap harta kekayaan. Ilmu mawaris biasa disebut dengan ilmu
far±idh, yaitu ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
harta warisan, yang mencakup masalah-masalah orang yang berhak menerima
warisan, bagian masing-masing dan cara melaksanakan pembagiannya, serta hal-hal
lain yang berkaitan dengan ketiga masalah tersebut
C. Dasar-Dasar Hukum
Waris Sumber hukum ilmu mawaris yang paling utama adalah al-Qur±n, kemudian
AsSunnah/hadis dan setelah itu ijma’ para ulama serta sebagian kecil hasil
ijtihad para mujtahid.
1. Al-Quran Dalam Islam
saling mewarisi di antara kaum muslimin hukumnya adalah wajib berdasarkan
al-Quran dan Hadis Rasulullah saw. Banyak ayat al-Qur±n yang mengisyaratkan
tentang ketentuan pembagian harta warisan ini. Di antaranya firman Allah Swt.
dalam Q.S. an-Nisa’/4:7:
Artinya: “Bagi orang
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapak dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
Ayat-ayat lain tentang mawaris terdapat dalam berbagai surat, seperti dalam
Q.S. an-Nisa’/4:7 sampai dengan 12 dan ayat 176, Q.S an-Nahl/16:75 dan Q.S
alAhzab/33: ayat 4, sedangkan permasalahan yang muncul banyak diterangkan oleh
As-Sunnah, dan sebagian sebagai hasil ijma’ dan ijtihad. 2. As-Sunnah a. Hadis
dari Ibnu Mas’ud berikut.
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud,
katanya: Bersabda Rasulullah saw..: “Pelajarilah
al-Qur±n dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan
ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini manusia
yang
akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan
terjadi dua
orang yang berselisih tentang pembagian harta warisan dan
masalahnya;
maka mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang
memberitahukan
pemecahan masalahnya kepada mereka”.
(¦.R. Ahmad).
b. Hadis dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw.
bersabda:
Artinya:
“Ilmu itu ada tiga macam dan yang selain yang tiga macam itu sebagai tambahan
saja: ayat muhkamat, sunnah yang datang dari Nabi dan faraidh yang adil”. (¦.R.
Abµ Daµd dan Ibnu M±jah). Berdasarkan kedua hadis di atas, maka mempelajari
ilmu faraidh adalah fardhu kifayah, artinya semua kaum muslimin akan berdosa
jika tidak ada sebagian dari mereka yang mempelajari ilmu faraidh dengan segala
kesungguhan.
1. Posisi
Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk
kepada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal 171 diatur
tentang pengertian pewaris, harta warisan dan ahli waris. Kompilasi Hukum Islam
merupakan kesepakatan para ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres No. 1
Tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat adalah keberadaan pasal 185
tentang ahli waris pengganti yang memang tidak diatur dalam fiqih Islam. Di
bawah ini secara ringkas dapat dikemukakan tabel hukum waris Islam menurut
Kompilasi Hukum Islam.
·
D. Ketentuan Mawaris dalam Islam
1. Ahli Waris
·
Jumlah ahli waris yang berhak menerima harta warisan dari
seseorang yang
·
meninggal dunia ada 25 orang, yaitu 15 orang dari ahli waris pihak
laki-laki
·
yang biasa disebut ahli waris ashabah (yang bagiannya berupa sisa setelah
·
diambil oleh zawil furud dan 10 orang dari ahli waris pihak
perempuan yang
·
biasa disebut ahli waris zawil
furud (yang bagiannya telah ditentukan).
·
2. Syarat-Syarat Mendapatkan Warisan
Seorang muslim berhak mendapatkan warisan apabila memenuhi
syaratsyarat
sebagai berikut.
·
a. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang
untuk mendapatkan warisan.
·
b. Kematian orang yang diwarisi, walaupun kematian tersebut
berdasarkan
vonis pengadilan. Misalnya hakim memutuskan bahwa orang yang
hilang itu dianggap telah meninggal dunia.
·
c. Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan meninggal
dunia. Jadi, jika seorang wanita mengandung bayi, kemudian salah
seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak
menerima
warisan dari saudaranya yang meninggal itu, karena kehidupan janin
telah terwujud pada
saat kematian saudaranya terjadi.
3.
Sebab-Sebab Menerima Harta Warisan
Seseorang mendapatkan
harta warisan disebabkan salah satu dari beberapa
sebab sebagai
berikut.
a. Nasab (keturunan), yakni kerabat
yaitu ahli waris yang terdiri dari bapak
dari orang yang
diwarisi atau anak-anaknya beserta jalur kesampingnya
saudara-saudara
beserta anak-anak mereka serta paman-paman dari
jalur bapak beserta
anak-anak mereka. Allah Swt. berfirman dalam Q.S.
an-Nisa’/4:33:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
ditinggalkan ibu bapak
dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya...”
b. Pernikahan, yaitu
akad yang sah untuk menghalalkan berhubungan
suami isteri,
walaupun suaminya belum menggaulinya serta belum
berduaan dengannya.
Allah Swt. berfirman dalam Q.S.
an-Nisa/4:12:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.”
Suami istri dapat
saling mewarisi dalam talak raj’i
selama dalam masa
idah dan ba’in, jika suami menalak
istrinya ketika sedang sakit dan
meninggal dunia
karena sakitnya tersebut.
c. Wala’, yaitu seseorang yang
memerdekakan budak laki-laki atau budak
wanita. Jika budak
yang dimerdekakan meninggal dunia sedang ia
tidak meninggalkan ahli waris, maka
hartanya diwarisi.
1. Sebab sebab tidak mendapatkan harta
warisan
ü Kekafiran
ü Pembunuhan
ü Perbudakan
ü Perzinahan
ü Li’an
2.
Ketentuan pembangian harta warisan
Ahli waris dalam pembagian harta
warisan terbagi dua macam yaitu ahli
waris ashabul furud (yang bagiannya telah ditentukan) dan
ahli waris ashabah
(yang bagiannya berupa sisa
setelah diambil olehashabul furud).
a. Ahli waris asabah
Ahli waris yang memperoleh kadar
pembagian harta warisan telah
diatur oleh Allah Swt. dalam Q.S. an-Nisa/4
dengan
pembagian terdiri
dari enam kelompok, penjelasan
sebagaimana di bawah ini.
1) Mendapat ½
a) Suami, jika istri yang
meninggal tidak ada anak laki-laki, cucu
perempuan atau laki-laki dari
anak laki-laki.
b) Anak perempuan, jika tidak ada
saudara laki-laki atau saudara
perempuan.
c) Cucu perempun, jika sendirian;
tidak ada cucu laki-laki dari
anak laki-laki
d) Saudara perempuan sekandung
jika sendirian; tidak ada
saudara laki-laki, tidak ada
bapak, tidak ada anak atau tidak ada
cucu dari anak laki-laki.
e) Saudara perempuan sebapak
sendirian; tidak ada saudara lakilaki,
tidak ada bapak atau cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
2) Mendapat ¼
a) Suami, jika istri yang
meninggal tidak memiliki anak laki-laki
atau cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki.
b) Istri, jika suami yang
meninggal tidak memiliki anak laki-laki
atau cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki.
3) Mendapat 1/8
Yang berhak mendapatkan bagian
1/8 adalah istri, jika suami
memiliki anak atau cucu laki-laki
atau perempuan dari anak lakilaki.
Jika suami memiliki istri lebih
dari satu, maka 1/8 itu dibagi rata
di antara semua istri.
4) Mendapat 2/3
a) Dua anak perempuan atau lebih,
jika tidak ada anak laki-laki.
b) Dua cucu perempuan atau lebih
dari anak laki-laki, jika tidak
ada anak laki-laki atau perempuan
sekandung.
c) Dua saudara perempuan
sekandung atau lebih, jika tidak ada
saudara perempuan sebapak atau
tidak ada anak laki-laki atau
perempuan sekandung atau sebapak.
d) Dua saudara perempuan sebapak
atau lebih, jika tidak ada
saudara perempuan sekandung, atau
tidak ada anak laki-laki
atau perempuan sekandung atau
sebapak.
5) Mendapat 1/3
a) Ibu, jika yang meninggal dunia
tidak memiliki anak laki-laki,
cucu perempuan atau laki-laki
dari anak laki-laki, tidak memiliki
dua saudara atau lebih baik
laki-laki atau perempuan.
b) Dua saudara seibu atau lebih,
baik laki-laki atau perempuan,
jika yang meninggal tidak
memiliki bapak, kakek, anak laki-laki,
cucu laki-laki atau perempuan
dari anak laki-laki.
c) Kakek, jika bersama dua orang
saudara kandung laki-laki, atau
empat saudara kandung perempuan,
atau seorang saudara
kandung laki-laki dan dua orang
saudara kandung perempuan.
6) Mendapat 1/6
a) Ibu, jika yang meninggal dunia
memiliki anak laki-laki atau
cucu laki-laki, saudara laki-laki
atau perempuan lebih dari dua
yang sekandung atau sebapak atau
seibu.
b) Nenek, jika yang meninggal
tidak memiliki ibu dan hanya
ia yang mewarisinya. Jika neneknya
lebih dari satu, maka
bagiannya dibagi rata.
c) Bapak secara mutlak mendapat
1/6, baik orang yang meninggal
memiliki anak atau tidak.
d) Kakek, jika tidak ada bapak.
e) Saudara seibu, baik laki-laki
atau perempuan, jika yang
meninggal dunia tidak memiliki
bapak, kakek, anak laki-laki,
cucu perempuan atau laki-laki
dari anak laki-laki.
f ) Cucu perempuan dari anak
laki-laki, jika bersama dengan anak
perempuan tunggal; tidak ada
saudara laki-laki, tidak ada anak
laki-laki paman dari bapak.
g) Saudara perempuan sebapak,
jika ada satu saudara perempuan
sekandung, tidak memiliki saudara
laki-laki sebapak, tidak ada
ibu, tidak ada kakek, tidak ada
anak laki-laki.
b. Ahli Waris ‘Asabah
Ahli waris asabah adalah
perolehan bagian dari harta warisan yang tidak
ditetapkan bagiannya dalam furμd yang
enam (1/2, 1/4, 1/3, 2/3, 1/6,
1/8), tetapi mengambil sisa
warisan setelah ashabulfurμd mengambil
bagiannya. Ahli waris ashabah bisa mendapatkan seluruh harta warisan
jika ia sendirian, atau
mendapatkan sisa warisan jika ada ahli waris
lainnya, atau tidak mendapatkan
apa-apa jika harta warisan tidak tersisa, Bila salah seorang di antara ahli
waris didapati seorang diri, maka berhak
mendapatkan semua harta warisan,
namun bila bersama ashabul furμd,
ia menerima sisa bagian dari
mereka. Dan bila harta warisan habis
terbagi oleh ashabulfurμd, maka ia tidak
mendapatkan apa-apa dari
harta warisan tersebut.
Ahli waris asabah terbagi
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Asabah binnas±b
(hubungan
nasab), terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a) Asabah bi an-nafsi, yaitu semua ahli waris laki-laki
(kecuali suami,
saudara laki-laki seibu, dan mutiq yang
memerdekakan budak),
mereka adalah sebagai berikut.
1) Anak laki-laki
2) Putra dari anak laki-laki
seterusnya ke bawah
3) Ayah
4) Kakek ke atas
5) Saudara laki-laki sekandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak saudara laki-laki
sekandung dan seterusnya ke bawah
8) Anak saudara laki-laki seayah
9) Paman sekandung
10) Paman seayah
11) Anak laki-laki paman
sekandung dan seterusnya ke bawah
12) Anak laki-laki paman seayah
dan seterusnya ke bawah
Untuk lebih memahami derajat
kekuatan hak waris ‘asabah bi annafsi,
maka kedua belas ahli waris di
atas dapat dikelompokkan
menjadi empat arah yaitu, sebagai
berikut.
1) Arah anak, mencakup seluruh
anak laki-laki keturunan anak lakilaki,
mulai cucu, cicit dan seterusnya.
2) Arah bapak, mencakup ayah,
kakek dan seterusnya dari
pihak laki-laki, misalnya ayah
dari bapak, ayah dari kakek, dan
seterusnya.
3) Arah saudara laki-laki,
mencakup saudara kandung laki-laki,
saudara laki-laki seayah,
termasuk keturunan mereka, namun
hanya yang laki-laki. Adapun
saudara laki-laki seibu tidak
termasuk, karena termasuk aŝhabul furūd.
4) Arah paman, mencakup paman
kandung dan paman seayah,
termasuk keturunan mereka dan
seterusnya.
Apabila dalam pembagian harta
warisan terdapat beberapa ahli
waris aŝabah bi an-nafsi, maka pengunggulannya dilihat dari segi
arah. Arah anak lebih didahulukan
dari yang lain. Jika anak tidak ada,
maka cucu laki-laki dari
keturunan laki-laki dan seterusnya.
b) Asabah bil ghair
Ahli waris ‘a£abah bil ghair ada empat (4), semuanya dari kelompok
wanita. Dinamakan ‘ashabah bil ghair adalah karena hak ‘a£abah
keempat wanita itu bukanlah
karena kedekatan kekerabatan mereka
dengan pewaris, tetapi karena
adanya ‘a£abah lain
(asabah bin
nafsih).
Adapun ahli waris asabah bil ghair yaitu:
1) Anak perempuan bisa menjadi ‘asabah bila
bersama dengan
saudara laki-lakinya.
2) Cucu perempuan keturunan anak
laki-laki bisa menjadi ‘asabah
bila bersama dengan saudara
laki-lakinya atau anak laki-laki
pamannya (cucu laki-laki dari
anak laki-laki), baik yang sederajat
dengannya atau bahkan lebih di
bawahnya.
3) Saudara kandung perempuan akan
menjadi ‘asabah bila
bersama dengan saudara kandung
laki-laki.
4) Saudara perempuan seayah akan
menjadi ‘asabah bila
bersama
dengan saudara laki-laki.
Dalam kondisi seperti ini bagian
laki-laki dua kali lipat bagian
perempuan. Mereka mendapatkan
bagian sisa harta yang telah
dibagi, jika harta telah habis
terbagi, maka gugurlah hak waris bagi
mereka.
c) Asabah ma’al gair
Orang yang termasuk ‘a£abah ma’al gair ada dua, yaitu
seperti
berikut ini.
1) Saudara perempuan
sekandung satu orang atau lebih berada
bersama dengan anak
perempuan satu atau lebih atau bersama
putri dari anak
laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan
keduanya.
2) Saudara perempuan
seayah satu orang atau lebih bersama
dengan anak perempuan
satu atau lebih atau bersama putri dari
anak laki-laki satu
atau lebih atau bersama dengan keduanya.
Adapun landasan hukum
adanya ‘a£abah ma’al gair adalah hadis
Rasulullah saw. bahwa
Abu Musa al-Asy’ari ditanya tentang hak
waris anak perempuan,
cucu perempuan keturunan anak lakilaki,
dan saudara perempuan
sekandung atau seayah. Abu Musa
menjawab: “Bagian anak perempuan separo dan saudara perempuan
separo.” (¦R. Al-Bukhari).
Aktivitas
Siswa
2. Asabah bissabab (karena Sebab)
Yang termasuk ‘asabah bissabab (karena sebab) adalah
orang-orang
yang membebaskan
budak, baik laki-laki atau perempuan.
Dari penjelasan
tentang pembagian harta warisan di atas, jika semua
ahli waris itu ada
atau berkumpul, maka ada tiga kondisi yang harus
diperhatikan, seperti
berikut ini.
a) Jika semua ahli
waris laki-laki berkumpul, maka yang berhak
mendapatkan warisan
hanyalah 3 orang yaitu: ayah, anak-laki-laki
dan suami, dengan
pembagian ayah 1/6, suami 1/4 dan sisanya
adalah anak laki-laki
(asabah).
b) Jika semua ahli
waris perempuan berkumpul, maka yang berhak
mendapatkan warisan
adalah 5 orang yaitu: istri 1/8, ibu 1/6, anak
perempuan ½, dan
sisanya saudara perempuan sekandung sebagai
‘asabah.
c) Jika terkumpul
semua ahli waris laki-laki dan perempuan, maka
yang berhak
mendapatkan warisan adalah lima orang yaitu:
ibu, bapak, anak
laki-laki, anak perempuan, suami/istri dengan
pembagian sebagai
berikut.
1) Jika pada ahli
waris tersebut terdapat istri, maka bagian ayah
1/6, ibu 1/6, istri
1/8, dan sisanya anak laki-laki dan perempuan
sebagai ‘asabah dengan ketentuan anak
laki-laki dua kali lipat
anak perempuan.
2) Jika pada ahli
waris tersebut terdapat suami, maka bagian ayah
1/6, ibu 1/6, suami
1/4 dan sisanya anak laki-laki dan perempuan
sebagai ‘asabah dengan ketentuan anak
laki-laki dua kali lipat
anak perempuan.
Komentar
Posting Komentar