AKHLAK MULIA
BAB IV AKHLAK MULIA
A. Pengertian Akhlak Mulia
Menurut Al-Ghazali, akhlah mulia
atau terpuji adalah “Menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah
digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela
tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan
mencintainya ”[1]. Menurut Quraish Shihab akhlak
mulia adalah akhlak yang menggunakan ketentuan Allah sebagai tolak ukur dan
tolak ukur kelakuan baik mestilah merujuk kepada ketentuan Allah.
Ada beberapa hal yang mendorong sesorang untuk berbuat
baik, diantaranya :
1. Karena
bujukan atau ancaman dari manusia lain
2. Mengharap
pujian atau karena takut mendapat cela
3. Karena
kebaikan dirinya (dorongan hati nurani)
4. Mengharapkan
pahala dan surga
5. Takut kepada
azab Allah
6. Mengharap
keridhoan Allah semata
Akhlak mulia berarti sifat-sifat
atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. Akhlak mulia
dapat kita tiru dari keteladanan sosok pribadi Rasulullah SAW. Beliau memenuhi
kewajiban dan menunaikan amanah, menyuruh manusia kepada Tauhid yang lurus,
pemimpin rakyat tanpa pilih kasih, dan beragam sifat mulia lainnya. Dengan
berbagai sifat dan perbuatannya, didalam berbagai bidang dan keadaan beliau
menjadi panutan contoh dan suri tauladan bagi manusia.
v Sesungguhnya
aku diatas hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak (H.R. Malik)
(Q. S AL- AHZAB :21)
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ الَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو الَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ الَّهَ كَثِيرًا
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap
(rahmat)Allah dan (kedatangan)hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S
Al-Ahzab : 21)
A. Adil
1. Pengertian Adil
Adil
menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti samadengan
seimbang.Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adalah diartikan tidak berat
sebelah,tidak memihak,berpihak pada yang benar,berpegang pada kebenaran,
sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan menurut ilmu akhlak ialah meletakan
sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan
menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukumyang jahat sesuai dan
kesalahan dan pelanggaranya.
2. Karakteristik Sikap Adil
Islam
mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat dalam
hukum. Dalam islam , tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit,
status social, ekonomi,atau politik .
Berikut ini beberapa contoh
sikap adil dalam Al-Qur’an :
·
Adil terhadap diri sendiri.
·
Adil terhadap istri dan anak
·
Adil dalam mendamaikan perselisihan
·
Adil dalam bertuturkata
·
Adil terhadap musuh sekalipun
3. Nilai Positif Sikap Adil
Keadilan
merupakan sesuatu yang bernilai tinggi, baik, dan mulia. Apabila keadilan
diwujudkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan
Negara, sudah tentu ketinggian, kebaikan, dan kemuliaan akan diraih. Jika
seseorang mampu mewujudkn keadilan dalam dirinyasendiri, tentu akan meraih
keberhasilan dalam hidupnya, memperoleh kegembiraan batin, disenangi banyak
orang, dapat meningkatkan kualitas diri, dan memperoleh kesejahteraan hidup
duniawi serta ukkhrawi (akhirat).
Jika
keadilan dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, akan terwujud masyarakat yang aman,tentra , serta damai sejahtera
lahir dan batin. Hal ini disebabkan masing-masing anggota masyarakat
melaksanakan kewajiban terhadap orang lain dan akan memenuhi hak orang lain dengan
seadil-adilnya .
4. Membiasakan Sikap Adil
Seorang
hendaknya membiasakan diri berlaku adil, baik terhadap dirinya,kedua orang tua
nya,saudara-saudaranya,anak-anaknya, teman-temannya, tetangganya,
masyarakatnya, bangsa dan Negaranya, maupun terhadap sang Khalik(Alloh swt).
Apabila
keadilan itu ditegakan dalam setiap aspek kehidupan, tentu keamanan,
ketentraman,kedamaian, serta kesejahteraan lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi
akan dapat diraih.
B. Rida
1. Pengertian rida
Perkataan rida
berasal dari bahasa arab, radiya yang artinya senang hati (rela). Rida menurut
syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah
swt, baik berupa hokum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan-Nya. Sikap rida harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat
maupun tatkala ditimpa musibah.
Kebanyakan
manusia merasa sukar atau gelisah ketika menerima keadaan yang menimpa dirinya,
seperti kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat, kedudukan, kematian
anggota keluarganya, dan lain-lain, kecuali orang yang mempunyai sifat rida
terhadap takdir. Orang yang memiliki sifat rida tidak mudah bimbang atau kecewa
atas pengorbanan yang dilakukannya. Ia tidak menyesal dengan kehidupan yang
diberikan Allah swt dan tidak iri hati atas kelebihan yang didapat orang lain
karena yakin bahwa semua itu berasal dari Allah swt. Sedangkan kewajibannya
adalah berusaha atau berikhtiar dengan kemampuan yang ada.
Rida terhadap
takdir bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha lebih dulu untuk mencari
jalan keluarnya. Menyerah dan berputus asa tidak dibenarkan oleh tatanan hidup
dan tidak dibenarkan pula oleh ajaran Islam. Allah swt. memberikan cobaan atau
ujian dalam rangka menguji keimanan dan ketakwaan hamba-Nya. Firman Allah swt.
Terjemahan : “ Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(156) (yaitu) orang-orang yangapabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Sesungguhnya Kami adalah milik
Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa
(pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa
marabahaya baik besar maupun kecil. (Q.S. Al Baqarah:155-156).
Sikap rida
dapat ditunjukkan melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Sabar dalam melaksanakan kewajiban
hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau ikhtiar dan penuh tanggung jawab.
2. Senantiasa mengingat Allah swt.
dan tetap melaksanakan shalat dengan kusyuk.
3. Tidak iri hati atas kekurangan atau
kelebihan orang lain dan tidak ria untuk dikagumi hasil usahanya.
4. Senantiasa bersyukur atau berterima
kasih kepada Allah swt. atas segala nikmat pemberian-Nya. Hal itu adalah upaya
untuk mencapai tingkat tertinggi dalam perbaikan akhlak.
5. Tetap beramal saleh (berbuat baik)
kepada sesama sesuai dengan keadaan dan kemampuan, seperti aktif dalam kegiatan
social, kerja bakti, dan membantu orangtua di rumah dalam menyelesaikan
pekerjaan mereka.
6. Menunjukkan kerelaan atau rida
terhadap diri sendiri dan Tuhannya. Juga rida terhadap kehidupan terhadap
takdir yang berbentuk nikmat maupun musibah, dan terhadap perolehan rezeki atau
karunia Allah swt.
C. Amal Saleh
1.
Pengertian Amal Saleh
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah,
amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun
menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan
terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu
korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
Dalam al-Qur’an banyak
dijumpai perkataan amal dengan berbagai bentuknya yaitu ‘amila, a’mala,
ta’malun, ya’malun, ‘amilun, ‘amalus-salihat, dan ‘amalus-syyari’at.
2. Karakteristik Amal Saleh
Orang yang hidup pada zaman
pra-islam mempunyai anggapan bahwa kekayaan, keturunan, kedudukan, dan
bermacam-macam kelebihanduniawi lainnya menjadi factor yang akan menentukan
keadaan seseorang.
Agama islam membawa satu
ajaran (dokrin) bahwa keturunan, pangkat, kedudukan yang tinggi, dan kekayaan
yang bayak , semua itu tidak mendatangkan keuntungan, terutama untuk kehidupan
di akhirat kelak. Satu-satunya yang memberikan faedah ialah amal saleh, yakni
perbuatan baik.
Secara umum, pengelompokan amal itu terbagi dua, yaitu
amal saleh (amal yang baik) dan ‘amalus sayyi’ah (amal yang buruk). Amal saleh
ialah segala perbuatan kebbijakan yang mendatangkan manfaat untuk diri sendiri,
keluarga, bangsa, dan manusia seluruhnya, baik berupa perbuatan, ucapan, maupun
sikap.bahkan melakukan suatu perbuatan yang dilarang Alloh, itu pun termasuk
amal saleh.
3.
Nilai Positif Amal Saleh
Dalam Al-Qur’an, banyak
diuraikan hasil (buah) dari amal saleh, baik didunia maupun diakhirat, yaitu:
a. rezeki yang baik (al-Hajj/22:50);
b. derajat yang tinggi (Taha/20:75);
c. keberuntungan (al-Qasas/28:67);
d. keadilan (Yunus/10:4);
e. keluar dari kegelapan (at-Talaq/65:11);
f. rahmat dan cinta (al-Jasiyah/45:30);
g. hilang perasaan takut (Taha/20:112);
h. pahala yang cukup (Alli ‘Imran/3:57);
i. ampunanIlahi (Fatir/3:57);
J. kehidupan di surga (al-Mu’minun/23:40).
4.
Membiasakan Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus
didasari niat yang suci dan ikhlas. Jangan sampai seorang yang beramal memiliki
niat yang salah, ada udang dibalik madu. Misasal, mengharap kedudukan,pujian,
atau keuntungan yang lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada
umumnya tidak memandang ruang dan waktu serta tidak hanya pada saat yang
lapang. Dalam situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan untuk beramal atau
berusaha. Walaupun hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu tidak boleh menjadikan
kita malas beramal.
Menurut kamus besar
Indonesia, rida diartikan rela, suka, dan senang hati.sedangkan menurut bahasa
adalah ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan dan
ridha merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik .
B.
Aspek-aspek yang mempengaruhi
Pembentukan Akhlak
1. Insting
(Naluri)
Insting merupakan seperangkat tabiat
yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting
berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku.
Q.S ALI IMRAN :14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya : Manusia itu diberi hasrat
atau keinginan, misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah.
(Q.S Ali Imran : 14)
Segenap naluri insting manusia
merupakan paket intern dengan kehidupan manusia yang secara fitrah sudah ada
dan tanpa perlu dipelajari lebih dahulu. Dengan potensi naluri tersebut manusia
dapat menghasilkan aneka corak perilaku yang sesuai dengan corak instingnya.
2. Adat atau
Kebiasaan
Adat atau kebiasaan adalah setiap
tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adat
kebiasaan tidak cukup hanya diulang-ulang saja tetapi harus disertai kesukaan
dan kecenderungan hati terhadapnya.
3. Wirotsah
(Keturunan)
Secar istilah Wirotsah adalah
berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak
keturunan)[2][2]. Wirotsah juga dapat dikatakan
sebagai factor pembawaan dari dalam yang berbentuk kecenderungan, bakat, akal
dan lain-lain. Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan dari sifat-sifat asasi
orang tuanya. Terkadang anak mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat
orang tuanya. Meskipun keturunan tidak berperan mutlak tetapi keturunan tersebut
bisa menjadikan seseorang untuk beraktual mazmumah maupun mahmudiah.
4. Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan akhlak seseorang, baik itu lingkungan keluarga, sekolah
maupun masyarakat.
(Q.S AN –NAHL :78)
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ
أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
v Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun.
Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,agar kamu bersyukur (Q.S
An Nahl : 78)
Dalam ayat diatas memberi petunjuk
bahwa seorang manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui segala sesuatu
oleh sebab itu manusia memiliki potensi untuk dididik. Potensi tersebut bisa
dididik melalui pengalaman yang timbul dilingkungan sekitar anak. Jika
lingkungan tempat tinggal ia tinggal bersikap baik maka anak pun akan cendrung
bersikap baik. Sebaliknya jika lingkungannya buruk maka anak akan cenderung
bersikap buruk.
v Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak
itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi (H.R. Bukhari)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa
lingkungan keluarga (dalam hal ini adalah kedua orang tua) adalah sebagai
pelaksana utama dalam pendidikan akhlak anak. Ajaran Islam sudah memberi
petunjuk yang lengkap kepada orang tua dalam membina akhlak anak. Jadi apabila
orng tua ingin anaknya berakhlak mulia, maka sedari dini hendaklah anak-anaknya
ditanami dengan nilai-nilai Islam. Sebagai orng tua yang berpengaruh terhadap
pembentukan dan keprobadian anak, seharusnyalah orang tua memperhatikan pada
pergaulan anak dilingkungan sekolah maupun di masyarakat. Karena lingkungan
sangat berpengaruh pada proses pembentukan akhlak seseorang. Melalui kerja sama
yang baik antara orang tua, guru disekolah dan tokoh-tokoh masyarakat, maka
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang diajarkan akan terbentuk pada
diri anak.
5. Al-Qiyam
Al-Qiyam adalah nilai-nilai Islam
yang telah dipelajari selama seseorang hidup. Aspek ini sangat mempengaruhi
terbentuknya akhlak mulia dalam diri seseorang. Pedoman akhlak mulia atau
akhlak Islami adalah Al-Quran dan Hadits. Melalui pemahaman tentang nilai-nilai
ke Islaman yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, seseorang bisa mengamalkan
nilai-nilai tersebut. Sehingga tanpa disadari nilai-nilai tersebut menyatu
dalam kepribadiannya dan terbentuklah akhlak mulia.
D.
Manfaat Akhlak Mulia
1. Memperkuat
dan menyempurnakan agama
2. Mempermudah
perhitungan amal di akhirat
3. Menghilangkan
kesulitan
4. Selamat
hidup di dunia dan akherat
v Selama umat
itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka ia pun
akan binasa (Syair Syauki Bey)
Komentar
Posting Komentar