POTENSI DIRI & PRESTASI
MENGENAL
POTENSI DIRI DAN PRESTASI
MENGENAL
POTENSI DIRI
Setiap
manusia memiliki bermacam-macam potensi diri yang dapat dikembangkan. Tidak
sedikit manusia belum sepenuhnya mengembangkan dan menggunakan potensi yang ada
pada dirinya. Hal ini terjadi dikarenakan mereka belum atau bahkan tidak
mengenal potensi dirinya dan hambatan-hambatan dalam pengembangan potensi diri
tersebut. Mampu mengembangkan potensi diri merupakan dambaan setiap individu.
Mampukan seseorang mengembangkan potensi dirinya secara efektif? Itu bergantung
pada motivasi diri, karena pengembangan potensi diri merupakan suatu proses
yang sistematis dan bertahap.
Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian kecerdasan akhlaq mulia, dan keterampilan yang dibutuhkan. Dengan
demikian, tugas seorang guru bukanlah memberikan sebanyak-banyaknya ilmu
pengetahuan kepada anak didiknya, melainkan membimbing mereka untuk tumbuh dan
berkembang.
Menurut
Charles Handy ada tujuh potensi kecerdasan yang dimiliki dan bisa
dikembangkan oleh manusia, yakni :
· Kecerdasan
logika, kecerdasan ini sangat terkait dengan kemampuan manusia dalam menalar
dan menghitung.
· Kecerdasan
verbal, kemampuan manusia dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
· Kecerdasan
praktik, kemempuan manusia untuk mempraktikkan ide yang ada dalam pikirannya.
· Kecerdasan
dalam bidang musik, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana seseorang bisa
merasakan nada dan irama.
· Kecerdasan
intrapersonal, kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemempuan seseorang untuk
bisa memahami segala sesutau yang terkait dengan diri pribadi.
· Kecerdasan
interpersonal, kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan seseorang dalam
memahami dan menjalin hubungan dengan orang lain.
· Kecerdasan
spasial, kemampuan seseorang dalam mengenali ruang atau dimensi, termasuk di
dalamnya bagaimana mengenali warna, bentuk, maupun garis.
Secara garis besar, kecerdasan yang dimiliki manusia ada tiga macam, yaitu :
1). Kecerdasan intelektual(IQ), 2). Kecerdasan emosional (EQ), 3). Kecerdasan
spiritual(SQ). Ketiga kecerdasan tersebut hendaknya menjadi perhatian utama
dalam proses belajar mengajar agar potensi yang dimiliki setiap anak didik bisa
berkembang dengan baik.
Kecerdasan
intelektual (IQ), kecerdasan dengan kemempuan potensi manusia dalam mempelajari
sesuatu dengan alat-alat berfikirnya. Kecerdasan ini bisa diketahui atau diukur
dengan kekuatan verbal dan logika yang ditunjukkan oleh seseorang. Kecerdasan
inilah yang tampaknya menjadi hal utama dalam pendidikan saat ini.
Potensi
kecerdasan selanjutnya yang dimiliki setiap manusia yaitu Kecerdasan emosional
(EQ). Setidaknya ada lima komponen pokok yang termasuk kecerdasan
emosional, yakni kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan
mengelola sebuah hubungan sosial.
Kecerdasan
yang ketiga adalah kecerdasan spiritual(SQ), kecerdasan ini mengangkat fungsi
jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam
melihat makna yang ada dibalik sebuah kenyataan atau kejadaian tertentu.
Ketiga
potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak didik sebagaimana tersebut harus
dikembangkan oleh sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan bagi para muridnya. Lebih khusus lagi, jika terjadi
permasalahan pada diri anak didik terkait dengan pengenalan sekaligus
pengembangan potensi ini maka bimbingan dan konseling harus dilakukan
kepadanya, dimana ketiga kecerdasan tersebut harus seimbang untuk potensi anak
tersebut.
v Pengukuran
Potensi
Pengukuran
potensi diri untuk mengetahui sejauh manakah potensi-potensi yang dimiliki oleh
seorang individu, baik yang diperoleh melalui introspeksi diri maupun melalui
feed back dari orang lain serta tes psikologis (kepribadian):
1)
Penilaian diri
Yang
dimaksud dengan penilaian diri ini adalah menilai diri
sendiri. Ada juga yang mengatakan instropeksi. Sebagian orang
mengatakan bahwa dengan cara ini penilaian yang dilakukan sangat subyektif,
karena orang umumnya tidak mau melihat kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
Tapi pendapat lain mengatakan bahwa yang paling kenal diri anda adalah anda
sendiri.
2)
Pengukuran diri melalui feed back orang lain
Feed back
(umpan balik) merupakan komunikasi yang ditujukan kepada seseorang yang akan
memberikan informasi kepada orang yang bersangkutan, bagaimana orang lain
terkena dampak olehnya, bagaimana kesan yang ditimbulkan pada orang lain dengan
tingkah laku yang ditunjukkannya. Feed back membantu seseorang untuk menelaah
dan memperbaiki tingkah lakunya dan dengan demikian ia akan lebih mudah
mencapai hal-hal yang diinginkannya.
3) Tes
kepribadian
Tes
kepribadian merupakan salah satu instrumen untuk pengenalan diri sendiri,
beberapa tes kepribadian untuk pengukuran potensi diri, yaitu: kepercayaan
terhadap diri sendiri, tingkat kehati-hatian, daya tahan menghadapi cobaan,
tingkat toleransi, dan pengukuran ambisi.
Hadis Mengenai Potensi dan Prestasi
16 April 2013 15:19 Diperbarui: 24 Juni 2015
15:06 1916 0 0
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ
الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا
وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَانِ ».
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah. Namun, keduanya
memiliki keistimewaan masing-masing.
Berusahalah semaksimal mungkin untuk menggapai hal-hal yang
bermanfaat untukmu! Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi
orang yang lemah!
Jika ada suatu musibah yang menimpamu, janganlah engkau
katakan: “seandainya aku lakukan hal lain (selain yang aku lakukan tadi), maka aku
akan begini dan begitu”! Namun katakanlah: “hal tersebut merupakan bagian dari
takdir yang Allah telah tentukan dan Allah telah melakukan apa yang Ia
kehendaki”. Ketahuilah bahwa berandai-andai itu memberi peluang kepada syetan
untuk memainkan perannya.”
(HR. Muslim no. 6945, Imam Ahmad no. 8777 dan 8815, Ibnu Majah no. 79 dan 4168, Nasai no. 10457, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan lainnya)
(HR. Muslim no. 6945, Imam Ahmad no. 8777 dan 8815, Ibnu Majah no. 79 dan 4168, Nasai no. 10457, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan lainnya)
Siapapun diri kita pasti masing-masing mempunyai potensi. Entah itu dari golongan ningrat atau melarat. Cacat atau sempurna. Kulit putih maupun hitam. Perbedaan terjadi bukan sebatas dari jenis potensi yang dimiliki, namun juga terletak pada bagaimana seseorang meningkatkan potensinya. Semakin tinggi tingkat perkembangan potensi, semakin tinggi pula kualitas yang ia miliki.
Hadis di atas menuntun kita untuk bekerja keras meningkatkan
potensi. Diawali dengan pujian terhadap orang mukmin yang memiliki kekuatan,
kemudian anjuran untuk berusaha semaksimal mungkin mendapatkan segala sesuatu
yang bermanfaat untuk kita. Ya, kekuatan dan usaha maksimal adalah dua hal yang
tidak bisa dilepaskan untuk meningkatkan potensi. Bagaimana seseorang akan
meninggkatkan potensi jika ia tidak mempunyai kekuatan sebelumnya? Bagaimana ia
akan meningkatkan potensi jika ia tidak mau berusaha?
Menurut Imam Nawawi dalam “al-Minhaj”, kekuatan yang dimaksud ialah tekad yang bulat dalam urusan-urusan akhirat atau ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lebih rinci lagi, Qadhi ‘Iyadh dalam “Ikmalul Mu’allim” menyebutkan kekuatan ini termasuk sehatnya badan sehingga bisa lebih produktif untuk bekerja, lebih banyak melaksanakan sholat malam, puasa, dan berjuang di jalan Allah.
Sedangkan usaha keras dalam hadis di atas dimaknai oleh
Syekh Abdul Muhsin al-Abbad –hafidhahullah-sebagai usaha mewujudkan sesuatu
dengan melakukan sebab-sebab yang dibolehkan oleh syariat. Usaha tersebut tidak
boleh menghilangkan tawakal kepada Allah, apalagi melalaikanNya. Namun, kita
malah disuruh oleh meminta pertolongan kepada Allah seperti dalam lanjutan
bunyi hadis ini.
Mengapa? Karena segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
ini terjadi atas izin dan kehendakNya. Sebesar apapun usaha seseorang untuk
mewujudkan keinginannya, namun jika tidak diizinkan oleh Allah maka
keinginannya tersebut tidak akan pernah terwujud. Allah telah berfirman:
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا
(23) إِلاَّ أَن يَشَاء اللَّهُ
Janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu:
"Sesungguhnya aku akan mengerjakan hal itu besok pagi" kecuali
(dengan menyebut): "Insya Allah" (jika Allah menghendaki). [QS.
Al-Kahfi {18}: 23-24]
Di dalam Al-Quran kita juga sering menemukan lafadh “wallahu
‘ala kulli syai-in qadir”, yang artinya: “dan Allah Maha Kuasa terhadap
segala sesuatu”. Tentunya kekuasaan Allah bukan hanya dalam mewujudkan sesuatu
saja, tapi juga meniadakan sesuatu. Tak pantaslah kiranya manusia sebagai
makhluk ciptaan yang lemah tidak meminta tolong kepada Sang Maha Kuasa.
Seruan untuk berkerja keras dalam hadis ini dikuatkan lagi
dengan larangan untuk menjadi lemah melalui kalimat: “wa la
ta’jiz”. Kata “ajuza” sebagai induk kalimat ini bukan saja
berarti lemah, namun juga berarti tidak mampu melakukan sesuatu. Secara tidak
langsung kita diperintahkan untuk mempunyai kemampuan dan keahlian. Bukan malah
berdiam diri tidak mau berusaha meningkatkan diri dengan kemampuan dan keahlian
yang baru.
Jika kita sudah berusaha semaksimal mungkin tapi tidak juga
berhasil mencapai sesuatu, jangan pernah untuk menyesali usaha yang kita
lakukan. Misalnya dengan mengatakan, “kalau seandainya aku melakukan dengan
cara yang lain, pasti aku berhasil.” Kita kembalikan semuanya kepada Allah,
karena Allah-lah yang menentukan hasilnya. Bisa jadi ada keberhasilan lain yang
lebih baik sedang menunggu kita.
Allah berfirman: Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS.
Al-Baqarah {2}: 216]
Wajib hukumnya bagi kita untuk menerima segala ketentuan
yang Allah berikan. Ketentuan tersebut sangatlah bijak karena Allah Maha
Bijaksana. Menyalahkan takdir atau ketentuan Allah hanya akan membuka peluang
syetan untuk mengganggu kita. Inilah yang diutarakan Qadhi ‘Iyadh dalam
memaknai ujung hadis ini.
Jadi, tunggu apa lagi? Lekas persiapkan diri kita dengan
segala kekuatan yang kita miliki untuk meningkatkan diri. Susun rencana dan
target harian, mingguan, atau bulanan. Jangan lupa untuk selalu bekerja keras
tanpa lelah dengan mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat. Jangan biarkan
satu detikpun terbuang percuma untuk hal yang sia-sia.
Mintalah pertolongan kepada Allah melalui doa-doa yang kita
panjatkan. Tentu, doa kita akan terkabul jika kita mampu menjadi hambaNya yang
baik. Maksudnya, dengan banyak beribadah kepadaNya dan meninggalkan maksiat
atau larangNya. Mana mungkin ada seorang majikan memberi upah atau hadiah
kepada anak buahnya yang nakal dan selalu menentangnya?
InsyaAllah dengan resep dari hadis ini, kita akan gampang
meraih prestasi. Perlu diingat, peningkatan potensi berbanding lurus dengan
pencapaian prestasi. Semakin banyak kita meningkatkan potensi, semakin banyak
pula prestasi yang kita raih. Semakin banyak kita meraih prestasi, berarti
semakin meningkat pula potensi yang kita miliki. Selamat berprestasi!
https://www.kompasiana.com/asnawibinsurandi/552aedfbf17e61b855d623b0/hadis-mengenai-potensi-dan-prestasi
Komentar
Posting Komentar