PENGERTIAN
AURAT
Aurat secara bahasa berasal
dari kata ‘araa , dari kata tersebut muncul derivasi kata bentukan baru dan
makna baru pula. Bentuk ‘awira (menjadikan buta sebelah mata), ‘awwara
(menyimpangkan, membelokkan dan memalingkan), a’wara (tampak lahir atau
auratnya), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar (yang lemah, penakut), al-‘aura’
(kata-kata dan perbuatan buruk, keji dan kotor), sedangkan al-‘aurat adalah
segala perkara yang dirasa malu.
Pendapat senada juga
dinyatakan bahwa aurat adalah sesuatu yang terbuka, tidak tertutup, kemaluan,
telanjang, aib dan cacat. Artinya aurat dipahami sebagai sesuatu yang oleh
seseorang ditutupi karena merasa malu atau rendah diri jika sesuatu itu
kelihatan atau diketahui orang lain.
Berdasarkan pada makna kata
aurat adalah yang berarti segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang malu
atau mendapatkan aib (cacat), entah perkataan, sikap ataupun tindakan, aurat
sebagai bentuk dari satu kekurangan maka sudah seharusnya ditutupi dan tidak
untuk dibuka atau dipertontonkan di muka umum.
" …Dan kaum wanita yang
berpakaian tetapi telanjang (karena pakaiannya tipis dan tembus pandang),
menyimpang (dari kehormatannya) dan mengajak wanita lain untuk berbuat seperti
dirinya, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk
syurga dan tidak akan mendapati aromanya, padahal aromanya bisa didapat dari
jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam juga bersabda:
"Tidak diterima shalat
seorang perempuan yang sudah haidh (maksudnya sudah baligh) kecuali dengan
memakai khimar (kerudung yang menutup kepala)." (HR. Hadits shahih,
diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Maka ayat dan kedua hadits di
atas menunjukkan wajibnya seorang muslim maupun muslimah untuk menutup
auratnya, dan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengancam para
wanita membuka auratnya dengan ancaman neraka. Dan sebagaimana sudah kita
ketahui bersama, bahwasanya tidak syari'at ini memerintahkan sesuatu kecuali di
sana ada maslahat, dan tidaklah melarang dari sesuatu kecuali karena di sana
ada mafsadat (bahaya).
Memahami Makna Busana Muslim/Muslimah dan Menutup
Aurat –
Tren berbusana muslimah di kalangan
perempuan Indonesia beberapa tahun terakhir ini merupakan fenomena yang
menggembirakan. Tentu hal ini sangat berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Semangat perempuan Indonesia untuk mengenakan jilbab hampir dapat dijumpai di
semua area publik, baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan swasta.
Fenomena ini merupakan dampak positif media yang memberikan informasi tentang
para aktris atau public figure lainnya yang menyadari pentingnya melaksanakan
salah satu ajaran Islam mengenai menutup aurat.
Namun demikian, jika perilaku berbusana muslimah hanya disebabkan tren dan
bukan karena kesadaran keagamaan yang memerintahkan kaum hawa dalam menutup
aurat, dikhawatirkan akan dapat mencederai ajaran Islam itu sendiri. Betapa
tidak, banyak dijumpai para perempuan yang secara lahir sudah berbusana secara
Islami, tetapi akhlak dan perilakunya belum mencerminkan makna hakiki dari
ajaran Islam untuk menutup aurat. Misalnya, masih banyak perempuan
berjilbab yang berpacaraan, berboncengan motor dengan orang yang bukan
mahramnya dengan begitu mesra, dan lain sebaginya. Tentu saja hal tersebut
sangat tidak sesuai dengan maksud menutup aurat. Idealnya, para perempuan
muslim yang telah berbusana sesuai dengan perintah agama, mampu menampilkan
pribadi yang dapat menjadikan contoh bagi orang yang belum melaksanakannya.
1. Makna Aurat
Menurut bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk. Kata aurat
berasal dari kata awira yang artinya hilang perasaan. Jika digunakan
untuk mata, berarti hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada umumnya,
kata ini memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan dan mengecewakan.
Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat adalah batas minimal dari bagian tubuh
yang wajib ditutupi karena perintah Allah Swt.
2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah
Secara etimologi, jilbab adalah sebuah pakaian yang
longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan kedua telapak
tangan. Dalam bahasa Arab, jilbab dikenal dengan istilah khimar, dan bahasa
Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil. Selain kata jilbab untuk menutup
bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup aurat perempuan, dikenal pula
istilah kerudung, Hijab, dan sebagainya.
Pakaian adalah barang yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, pakaian juga disebut busana. Jadi, busana muslimah artinya pakaian yang dipakai oleh perempuan. Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah. Berdasarkan makna tersebut, busana muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta masyarakat di mana ia berada.
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan atau mendapat perintah untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman.
Pakaian adalah barang yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia, pakaian juga disebut busana. Jadi, busana muslimah artinya pakaian yang dipakai oleh perempuan. Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah. Berdasarkan makna tersebut, busana muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta masyarakat di mana ia berada.
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan atau mendapat perintah untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman.
BATASAN
AURAT
Islam mengajarkan bahwa
pakaian adalah penutup aurat, bukan sekedar perhiasan. Islam mewajibkan setiap
wanita dan pria untuk menutupi anggota tubuhnya yang menarik perhatian lawan
jenisnya. Bertelanjang adalah suatu perbuatan yang tidak beradab dan tidak senonoh.
Langkah pertama yang diambil Islam dalam usaha mengokohkan bangunan
masyarakatnya, adalah melarang bertelanjang dan menentukan aurat laki-laki dan
perempuan. Inilah mengapa fiqh mengartikan bahwa aurat adalah bagian tubuh
seseorang yang wajib ditutup atau dilindungi dari pandangan.
Islam dengan ajarannya
memberikan batasan aurat laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang disampaikan
Muhammad Ibnu Muhammad Ali bahwa:
1. Aurat
laki-laki
a. Aurat laki-laki sewaktu
shalat, juga ketika di antara laki-laki dan perempuan yang mahramnya, ialah
bagian tubuh antara pusar dan lutut. Pusar dan lutut bukanlah aurat, tetapi
dianjurkan supaya ditutup juga karena sepadan dengan aurat. Ini berdasarkan
kaidah kaidah ushul fiqh: Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib (Apa
yang tidak sempurna yang wajib melainkan dengannya, maka ia adalah wajib).
b. Aurat laki-laki pada
perempuan yang ajnabiyah, yakni yang bukan mahramnya ialah sekalian badannya.
c. Aurat laki-laki sewaktu
khalwah, yakni ketika bersunyi-sunyi seorang diri, ialah dua kemaluannya.
2. Aurat
wanita sahaya
Aurat wanita sahaya atau hamba
wanita ialah bagian antara pusar dan lutut.
3. Aurat
wanita merdeka
a. Aurat wanita yang merdeka
di dalam shalat ialah bagian yang lain dari wajah dan dua telapak tangannya
yang dhahir dan batin hingga pergelangan tangannya, wajah dan dua telapak
tangannya, luar dalam, hingga pergelangan tangannya, bukanlah aurat dalam
shalat dan selebihnya adalah aurat yang harus tertutup.
b. Aurat wanita yang merdeka
di luar shalat.
- Di hadapan laki-laki yang
ajnabi atau yang bukan mahramnya, auratnya adalah seluruh badan. Artinya
termasuk wajah dan rambut serta kedua telapak tangannya, lahir-batin dan
termasuk kedua telapak kakinya, lahir- batin, sehingga seluruh badannya wajib
ditutup atau dilindungi dari pandangan laki-laki yang ajnabi, wajah dan kedua
telapak tangannya tidak harus di buka ketika untuk menjadi saksi sejenisnya,
kecuali karena darurat.
- Di hadapan perempuan kafir, auratnya ialah anggota badan selain anggota badan
yang lahir ketika ia bekerja di rumah. Bagian yang lahir ketika ia aktif di
rumah ialah kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua sikunya dan
dua telapak kakinya. Demikian juga auratnya ketika di hadapan perempuan yang
tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rusak akhlaknya.
- Di dalam khalwah, di hadapan
muslimah, dan pada laki-laki yang menjadi mahramnya, auratnya ialah anggota
badan antara pusar dan lutut, seperti aurat laki-laki dalam shalat.
Aurat walau bagaimanapun, untuk
menjaga adab dan untuk memelihara timbulnya fitnah, maka yang perlu ditutup tak
hanya yang antara pusar dan kedua lutut. Menutup aurat karena fitnah, yaitu
yang memungkinkan tergiurnya nafsu adalah suatu kewajiban. Hal inilah yang
menjadi perhatian Islam sebagai agama yang berusaha mengangkat martabat manusia
di hadapan manusia lainnya dengan mempertinggi akhlak dan menutup aurat adalah
salah satunya.
PENDAPAT
ULAMA TENTANG MENUTUP AURAT
Secara normatif aturan hukum
baku berkenaan dengan perintah berpakaian dan menutup aurat beserta
batasan-batasannya diungkapkan secara eskplisit dalam al-Qur’an. Beberapa ayat
yang terkait dengan hal tersebut memberikan rambu-rambu bagi para wanita
mukallaf untuk memenuhi batasan yang diberikan oleh kitab yang diturunkan pada
Nabi akhir zaman.
Menurut syariat Islam menutup
aurat hukumnya wajib bagi setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan
terutama yang telah dewasa dan dilarang memperhatikannya kepada orang lain
dengan sengaja tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat, demikian juga syariat
Islam pada dasarnya memerintahkan kepada setiap mukmin, khususnya yang sudah
memiliki nafsu birahi untuk tidak melihat dan tidak memperlihatkan auratnya
kepada orang lain terutama yang berlainan jenis.
Adapun melihat aurat orang
lain atau memperlihatkan aurat kepada orang lain yang dibenarkan syariat
seperti sesama mahram dan terutama suami atau istri, hukumnya boleh sebagaimana
terdapat dalam surah an-Nur ayat 30-31. Demikian pula orang muslim boleh melihat
aurat orang lain atau memperlihatkan auratnya kepada orang lain (walaupun bukan
mahram) jika ada alasan yang dibenarkan syariat seperti ketika berobat atau
mengobati penyakit yang pengobatannya memerlukan melihat atau memperlihatkan
aurat karena darurat.
Surah al-Nur ayat 30
memerintahkan kepada kaum mukmin untuk menundukkan pandangannya dari perkara
yang diharamkan dan menjaga kemaluannya. Karena hal tersebut dapat menyebabkan
perantara penyakit hati dan menyebabkan seseorang terjerumus dalam perbuatan
tercela. Dan menundukkan pandangan merupakan sebab keselamatan dari hal
tersebut.
Ayat tersebut juga mengandung
perintah wajib untuk ditaati berupa larangan melihat wanita asing atau pria
asing, merupakan suatu larangan mutlak yang diharamkan, tanpa adanya suatu
keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Pandangan yang bisa memunculkan
rangsangan pria, sehingga menimbulkan sikap mengabaikan nilai moral dan
penyimpangan perilaku individu dalam masyarakat. Sehingga Allah memerintahkan pada
kaum wanita menggunakan hijab untuk menjaga terlepasnya kobaran nafsu seksual,
sehingga pria dan wanita yang dekat dan yang jauh tidak akan saling menarik
karena secara fitrah wanita dan pria selalu tarik menarik dan ini merupakan
sunnah kehidupan atau hukum alam. Karena itu Allah melarang apabila dua orang
yang berlainan jenis menyepi karena sudah pasti syaitan akan menjadi yang
ketiga di antara mereka dan mengganggunya, lalu mereka berbuat tidak senonoh
sebagaimana firman Allah dalam surah Yusuf ayat 53 yang berisi bahwa
“sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan kecuali nafsu yang telah
diberkahi oleh Allah”.
Para ahli hukum Islam berbeda
pendapat dalam menentukan batas-batas aurat itu sendiri, baik aurat laki-laki
maupun perempuan. Menurut kebanyakan ulama’ batas aurat orang laki-laki ialah
anggota-anggota tubuh yang terletak antara pusat dan lutut, terutama alat
kelamin dan dubur di samping juga paha. Sedangkan menurut sebagian ulama’ yang
lain, aurat orang laki-laki hanyalah alat vital dan dubur, sedangkan paha tidak
termasuk ke dalam kategori aurat yang wajib ditutup. Jumhur ulama’ berpendapat
bahwa aurat laki-laki yang tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain terutama
kepada kaum wanita, ialah anggota-anggota badan yang berkisar antara pusat dan
lutut. Sementara sebagian kecil ulama’ yang pendapatnya dianggap lemah oleh
kebanyakan ulama’, menyatakan bahwa aurat laki-laki di hadapan kaum wanita yang
bukan mahramnya adalah seluruh anggota badannya.
Adapun aurat kaum wanita,
menurut kebanyakan ulama’ ialah seluruh anggota tubuhnya selain muka dan kedua
telapak tangan, kedua telapak kaki menurut sebagian ulama’ seperti Imam Abu
Hanifah juga merupakan aurat. Di samping itu ada sebagian ulama’, di antaranya
Imam Ahmad bin Hanbal yang memandang seluruh anggota badan wanita (termasuk
muka dan kedua telapak tangan) adalah aurat.
Para ulama’ membedakan antara
aurat kaum wanita di hadapan kaum pria dengan aurat kaum wanita di hadapan
sesama wanita. Aurat wanita sebagaimana tersebut di atas, sesuai dengan
perbedaan pendapat para ulama’ tidak diperbolehkan diperlihatkan kepada kaum
laki-laki selain suami dan mahramnya atau orang lain yang oleh syariat
diperbolehkan melihatnya. Adapun aurat wanita terhadap sesama wanita yang tidak
boleh dilihat atau diperlihatkan ialah sama dengan aurat laki-laki yakni
anggota-anggota tubuh yang berkisar antara pusat dan lutut.
Masalah aurat sangat erat
dengan soal pakaian, karena aurat wajib ditutup dan alat penutupnya adalah
pakaian. Pakaian setiap muslim adalah harus menutup batas-batas aurat seperti
yang dikemukakan di atas. Namun karena para ulama’ berbeda pendapat mengenai
batas-batas aurat terutama aurat bagi wanita, maka perbedaan pendapat pun
muncul pula dalam masalah pakaian kaum wanita. Sebagian mengharuskan menutup
seluruh anggota badan selain mata, sedangkan sebagian yang lain menambahkan
selain muka, yaitu kedua telapak tangan dan kaki.
Untuk menghindari dari hal-hal
yang tidak diinginkan dan menjaga kesucian, maka seorang wanita diwajibkan
untuk berhijab dan anggota badan yang boleh diperlihatkan adalah wajah dan
kedua telapak tangan. Penggunaan hijab antara pria dan wanita mengandung
hikmah bahwa sebenarnya Allah bermaksud menata hubungan interpersonal dalam
masyarakat dan menjaga kesucian pria dan wanita agar dapat mencapai
kesempurnaannya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan dibangun atas akhlak
mulia serta nilai-nilai moralitas yang tinggi.
Di antara para ulama’ yang
masih memperdebatkan masalah tentang aurat yang harus ditutupi oleh kaum wanita
ketika mereka bertemu dan berinteraksi dengan kaum pria yaitu :
1. Pendapat Al-Ahnaf ( pengikut Hanafi ) berpendapat bahwa wanita boleh
membuka muka dan kedua telapak tangan namun pria tetap haram melihat kepadanya
dengan pandangan syahwat.
2.
Dalam madzhab Maliki terdapat tiga pendapat
- Mengatakan wajib menutup
muka dan kedua telapak tangan.
- Tidak wajib menutup muka dan
kedua telapak tangan tetapi pria wajib menundukkan pandangannya.
- Perbedaan cantik dan tidak
cantiknya seorang wanita, jika ia cantik maka ia wajib menutup muka dan kedua
telapak tangan sedangkan wanita yang tidak cantik tidak wajib menutupnya atau
disunahkan.
3. Jumhur (golongan terbesar):
Madzhab Syafi’i mengatakan tidak wajib menutup wajah dan kedua telapak tangan
sekalipun mereka berfatwa untuk menutupinya.
4. Madzhab Hambali: mengatakan
wajib menutup keduanya.
5. Jumhur Fuqaha (golongan
terbesar ahli-ahli fiqh) berpendapat bahwa muka dan dua telapak tangan bukan
aurat karena itu tidak wajib menutupnya tetapi wajib ditutup jika dirasa tidak
aman.
Sebab perbedaan pendapat itu
bersumber dari perbedaan dalam menafsirkan al-Qur’an Surat an-Nûr ayat 31.
Seorang wanita yang akan keluar dari rumahnya dan berinteraksi dengan pria
bukan mahram, maka ia harus memperhatikan sopan santun dan tata cara busana
yang dikenakan haruslah memenuhi beberapa syarat:
a. Meliputi seluruh badan
kecuali yang diperbolehkan yaitu wajah dan kedua telapak tangan.
b. Bukan berfungsi sebagai
perhiasan.
c. Tebal tidak tipis.
d. Longgar tidak ketat.
e. Tidak diberi parfum atau
minyak wangi.
f. Tidak menyerupai pakaian
laki-laki.
g. Tidak menyerupai pakaian
wanita kafir
HIKMAH
MENUTUP AURAT
Berikut ini adalah beberapa
kegunaan, kelebihan, fungsi, kebaikan, manfaat yang bisa didapatkan dari
menutup aurat:
1. Menghindarkan diri dari
dosa akibat mengumbar aurat
2. Menghindari fitnah, tuduhan
atau pandangan negativ
3. Mencegah timbulnya hawa
nafsu lawan jenis maupun sesama jenis
4. Menunjukkan diri sebagai
bukan perempuan / laki-laki murahan
5. Melindungi tubuh dan kulit
dari lingkungan
6. Mencegah rasa cemburu
pasangan hidup kita
7. Mencegah terkena penyakit
dan gangguan kesehatan
9. Melindungi diri kita dari
berbagai tindak kejahatan
10. Menutupi aib rahasia yang
ada pada diri kita.
SIAPAKAH
YANG BERTANGGUNG JAWAB MENJAGA AURAT?
Agama Islam selaras dengan fitrah manusia. Selama fitrah tersebut masih suci, tidak di nodai dengan maksiat, maka menjaga aurat bagian dari pembawaan manusia sejak lahir, sebagaimana nabi Adam q dan istrinya ketika nampak aurat mereka yang sebelumnya tertutup akibat memakan buah yang terlarang. Dengan fitrahnya, nabi Adam q dan istrinya menutup auratnya dengan daun-daun surga, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
Agama Islam selaras dengan fitrah manusia. Selama fitrah tersebut masih suci, tidak di nodai dengan maksiat, maka menjaga aurat bagian dari pembawaan manusia sejak lahir, sebagaimana nabi Adam q dan istrinya ketika nampak aurat mereka yang sebelumnya tertutup akibat memakan buah yang terlarang. Dengan fitrahnya, nabi Adam q dan istrinya menutup auratnya dengan daun-daun surga, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
فَدَلَّاهُمَا
بِغُرُورٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا
يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۖ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا
أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ
Maka
syaithan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala
keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya,
dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Rabb mereka
menyeru mereka, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu
dan aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagi kamu berdua ? [al- A’râf/7:22]
Ayat-Ayat Al Qur’an Yang Mewajibkan Wanita Untuk Menutup ‘Auratnya,
serta Batasan-batasan ‘Auratnya
Ayat Pertama :
يَٰٓـأَيـُّهَا ٱلنَّبِيُّ قـُل لـِّأَزۡوَٰجِكَ
وَبَنـَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡـمُؤۡمِنِينَ يُدْنِينَ عَلـَيۡهـِنَّ مِن
جَلَٰبـِيبـِهـِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنـَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فـَلـَا يُؤذيۡنَ ۗ
وَكـَانَ اللهُ غـَفـُورًا رَّحِيمًا (الأحزاب : ٥٩
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar
mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka.
Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah
yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
QS. al-Ahzab ayat: 59
AYAT KEDUA
وَقـُل لـِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ
مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡـفـَظۡنَ فـُرُوجَهُنَّ وَلـَا يُبۡـدِينَ
زِينَتـَهُنَّ إِلـَّا مَا ظـَهَرَ مِنۡهَا ۖ وَلۡـيَضۡرِبۡنَ بـِخُمُرِهـِنَّ
عَلَىٰ جُيُوبِهـِنَّ ۖ … (النور : 31)
Katakanlah (wahai Nabi Muhammad) kepada wanita-
wanita mukminah, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara
kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan hiasan (pakaian, atau bagian
tubuh) mereka kecuali yang (biasa) nampak darinya dan hendaklah mereka
menutupkan kerudung mereka ke dada mereka (QS. an-Nur [24]: 31)
AYAT KETIGA
…وَإذا سَأَلۡـتـُمُوهُنَّ مَتَٰعًا
فـَسۡـئَلـُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍۚ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقـُلـُوبـِكـُمۡ
وَقـُلـُوبِهـِنَّ ۚ … (الأحزاب : 53
Dan apabila kamu meminta sesuatu kepada
mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (yang menutupi
kalian dan mereka). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati
mereka. (QS. al-Ahzab [33]: 53)
Ayat di atas adalah seruan kepada kalangan
ibu-ibu kaum mukminah, yakni istri-istri Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi
wa shahbihi wa salam. Meski demikian, ayat ini berlaku umum untuk setiap wanita
mukminah, mengingat penggalan akhir ayat di atas yang berbunyi, Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka, yang merupakan
satu-satunya bukti bahwa ayat tersebut berlaku umum bagi setiap wanita
mukminah. Karena itu, tidak ada satu orang pun dari kalangan muslimin yang
mengatakan bahwa selain wanita istri-istri Nabi Muhammad (saw) tidak
membutuhkan kesucian hati mereka dan hati para kaum laki-laki.
Dalam ilmu Ushul Fiqh ditetapkan bahwa ‘Ulat
pemberlakuan suatu hukum itu sifatnya universal, umum tidak terbatas hanya
pada ma’lul-nya saja. Dalam Maraqi As-Su’ud disebutkan,
‘Suatu ‘illat bisa bersifat khusus atau umum, namun tak dapat dibatasi pada ma’lul-nya
saja.’ Demikian disebutkan dalam Adhwa’ul Bayan (hal. 383/ 6).
AYAT KEEMPAT
وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكـُنَّ وََلا
تَبَرُّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ ٱلأوْلَىٰۖ … (الأحزاب : 33
“Dan tetaplah kamu (tinggal) di rumah kamu
dan janganlah kamu bertabarruj (berhias dan bertingkah laku) seperti tabarruj
Jahiliah pertama….”
(QS. al-Ahzab ayat: 33).
Dalam tafsirnya, Al-Baghawi mengartikan kata wa
qarna dengan tetaplah selalu berada di rumah kalian. Sedangkan tabarruj
dipahaminya sebagai berjalan lenggak-lenggok, berpenampilan penuh keangkuhan.
Ada juga yang mengartikannya sebagai memperlihatkan hiasan dan keindahan kepada
kaum pria. Sedangkan maksud dari Jahiliyah pertama adalah masa di antara
NabiIsa dan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Ada
juga yang berpendapat masa Nabi Daud (as) dan Sulaiman (as), dan ada lagi yang mengartikannya
sebagai masa sebelum Islam. Lawan dari Jahiliyah pertama adalah Jahiliyah
kedua, yakni pada saat sekelompok umat manusia di akhir zaman melakukan
pekerjaan seperti yang di lakukan di masa Jahiliyah pertama, di mana kaum
wanita ketika itu mengenakan pakaian yang dihiasi permata, tidak dijahit dari
kedua sisinya.
Mengomentari ayat di atas, Ibn Katsir dalam
tafsirnya (hal. 48/ 3) berkata, “Ini merupakan sekumpulan ketentuan etika yang
Allah SWT perintahkan istri-istri Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa
shahbihi wa salam untuk berpedoman kepada ketentuan- ketentuan tersebut.
Dalam hal ini, segenap kaum wanita muslimah juga tergolong ke dalam kelompok
mereka yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam ayat tersebut.
AYAT KELIMA
وَٱلۡـقَوَٰعِدُ مِنَ ٱلنـِّسَآءِ
ٱلـّتِي لا يَرۡجُونَ نِكـَاحًا فَلَيۡسَ عَلَيۡهـِنَّ جُنـَاحٌ أَن يَضَعۡنَ
ثِيَابَهُنَّ غَيۡرَ مُتـَبَرِّجَٰتِۢ بِزِينَةۖ وَأَن يَسۡـتَعۡـفِفۡنَ خَيۡـرٌ
لـَّهُنَّۗ وَ اللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (النور: ٦٠ )
Dan perempuan-perempuan tua yang telah
terhenti (dari haid) yang biasanya tidak berhasrat lagi menikah, maka tidaklah
ada dosa atas mereka untuk menanggalkan pakaian (luar) mereka (yang biasa pakai
di atas pakaian yang lain yang menutupi aurat mereka) dengan (tidak bermaksud)
menampakkan perhiasan (angota tubuh yang diperintahkan Allah untuk ditutup) dan
memelihara (diri mereka) sungguh-sungguh dengan menjaga kesucian adalah lebih
baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.
an-Nur [24]: 60)
Komentar
Posting Komentar